Strategi perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan
Bangsa Eropa yang berhasil menancapkan kekuasaannya adalah bangsa Portugis dan Belanda. Portugis berhasil memonopoli perdagangan di wilayah Malaka dan Maluku, sedangkan Belanda memulai monopoli perdagangan di Indonesia sejak membentuk kongsi dagang atau VOC tahun 1602. Selama berkuasa, mereka menerapkan aturan-aturan yang mempersulit masyarakat pribumi. Oleh karena itu tidak jarang warga pribumi melakukan perlawanan terhadap Portugis dan VOC.
Perlawanan Demak
Perlawanan terhadap Portugis pertama kali dilakukan oleh Malaka pada tahun 1511. Perlawanan ini mendapat bantuan dari Demak di bawah pimpinan Adipati Unus, namun mengalami kegagalan. Akibatnya Adipati Unus tewas karena pasukannya kalah persenjataan dengan pasukan Portugis.
Perlawanan Demak pimpinan Fatahillah berhasil memukul Portugis. Oleh Fatahillah, Sunda Kelapa lantas diganti namanya menjadi Jayakarta.
Perlawanan Aceh
Perlawanan rakyat Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda. Rakyat Aceh melawan akibat Portugis memonopoli perdagangan dan melarang pedagang Aceh menuju Laut Merah serta menangkap beberapa kapal dagang Aceh dan Gujarat (1554-1555). Alasan lain adalah Aceh ingin memperluas wilayah hingga Malaka. Namun serangan ini gagal karena beberapa hal, antara lain:
1. Tidak dipersiapkan dengan baik
2. Senjata yang masih sederhana
3. Tidak semua pejabat Aceh mendukung serangan tersebut
Perlawanan Mataram
Sejarah mencatat Mataram dua kali menyerang VOC, yakni pada tahun 1628 dan 1629. Dipimpin oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo, serangan yang paling besar dilakukan tahun 1629. Namun, sama dengan sebelumnya, serangan ini mengalami kegagalan. Gagalnya serangan ini disebabkan oleh:
1. Munculnya pengkhianatan dari dalam
2. Kekurangan bahan makanan akibat dibakar VOC
3. Jarak dari dari Mataram ke Batavia yang sangat jauh
4. Penyakit pes
5. Taktik parit VOC yang sulit ditembus
6. Senjata VOC jauh lebih canggih
Perlawanan Banten
Banten merupakan kerajaan yang anti pada VOC sampai masa Sultan Ageng Tirtayasa. Namun, pendirian ini berubah sejak anaknya, Sultan Haji, mulai bekerja sama dengan VOC untuk menguasai kerajaan. Taktik adu domba ini berhasil menghasut Sultan Haji untuk menyerang ayahnya sendiri. Pada akhirnya, VOC berhasil mengalahkan Sultan Ageng dan anaknya diangkat sebagai raja Banten. Akibatnya, Banten harus mengakui kekuasaan VOC lewat perjanjian banten tahun 1683.
Perlawanan Makassar
Makassar mencapai kejayaan di masa Sultan Hassanudin. Karena keberaniannya dalam melawan VOC, ia dijuluki “ayam jantan dari timur”. VOC kesulitan dalam mengalahkan Hassanudin. Oleh karena itu, VOC menggunakan taktik adu domba dengan memanfaatkan musuh Hassanudin, Aru Palaka. Upaya tersebut berhasil dengan baik, hingga pada akhirnya Hassanudin dipaksa menandatangani sebuah perjanjian yang disebut dengan perjanjian Bongaya (1667) yang berisi :
1. Makassar mengakui kekuasaan VOC
2. VOC menguasai perdagangan rempah-rempah
3. Aru Palaka sebagai Raja Bone
4. VOC mendirikan benteng
5. Makassar harus melepaskan daerah jajahannya
0 Response to "Strategi perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan"
Posting Komentar